nahwu sorof bab 1
سِوَاهُمَا
الْحَرْفُ كَهَلْ وَفِي وَلَمْ ¤ فِعْـــلٌ
مُـضَــارِعٌ يَلِي لَمْ كَـيَشمْ
Selain
keduanya (ciri Isim dan Fi’il) dinamaan Kalimah Huruf, seperti lafadz Hal, Fi,
dan Lam. Ciri Fi’il Mudhori’ adalah dapat mengiringi Lam, seperti lafadz Lam Yasyam.
وَمَاضِيَ
الأَفْعَالِ بِالتَّا مِزْ وَسِمْ ¤
بِالنُّـــوْنِ فِعْلَ الأَمْرِ إِنْ أَمْرٌ فُهِمْ
Dan
untuk ciri Fi’il Madhi, bedakanlah olehmu! dengan tanda Ta’. Dan namakanlah
Fi’il Amar! dengan tanda Nun Taukid (sebagi cirinya) apabila Kalimah itu menunjukkan
kata perintah.
وَالأَمْرُ
إِنْ لَمْ يَكُ لِلنّوْنِ مَحَلْ ¤
فِيْهِ هُوَ اسْمٌ نَحْوُ صَهْ وَحَيَّهَلْ
Kata
perintah jika tidak dapat menerima tempat untuk Nun Taukid, maka kata perintah
tersebut dikategorikan Isim, seperti Shah! dan Hayyahal!
Pembagian Kalimah Huruf dan Ciri-Cirinya
Kalimah
Huruf dapat dibedakan dengan Kalimah-Kalimah yang lain, yaitu Kalimat selain
yang dapat menerima tanda Kalimah Isim dan tanda Kalimat Fi’il, atau Kalimat
yang tidak bisa menerima tanda-tanda Kalimat Isim dan Fi’il. Kemudian
dicontohkannya dengan Lafad هل, في,
dan لم , ketiga contoh Kalimat Huruf tsb
menunjukkan penjelasan bahwa Kalimat Huruf terbagi menjadi dua:
- Kalimah
Huruf Ghair Mukhtash (Tidak Khusus), bisa masuk pada Kalimat Isim, juga
bisa masuk pada Kalimat Fi’il. Contoh هل
:
هَلْ
زَيْدٌ قَائِمٌ وَهَلْ قَامَ زَيْدٌ
Apakah
Zaid orang yg berdiri? Dan apakah Zaid telah berdiri?
Lafadz
“HAL” yang pertama masuk pada Kalimat Isim dan “HAL” yang kedua masuk pada
Kalimat Fi’il.
- Kalimat Huruf Mukhtash
(Khusus), khusus masuk pada Kalimat Isim contoh في,
dan khusus masuk pada Kalimat Fiil contoh لم
:
لَمْ
يَقُمْ زَيْدٌ فِي الدَّارِ
Zaid
tidak berdiri di dalam Rumah.
Pembagian Kalimah Fi’il dan Ciri-Cirinya
Bait
diatas juga menenerangkan bahwa Kalimah Fi’il terbagi menjai Fi’il Madhi, Fi’il
Mudhari’ dan Fi’il Amar berikut ciri masing-masing.
- Dikatakan Fi’il Mudhori apabila pantas dimasuki لم contoh:
لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
- Dikatakan Fi’il Madhi apabila pantas dimasuki Ta’
Fa’il dan Ta’ Ta’nits Sakinah contoh:
قَالَتْ
رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي
Balqis
berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku”
- Dikatakan Fi’il Amar apabila bentuknya
menunjukkan perintah dan pantas menerima Nun Taukid contoh:
أَكْرِمَنَّ
الْمِسْكِين
Sungguh
hormatilah oranga miskin !
Apabila
ada kalimah yang menunjukkan kata perintah tapi tidak pantas menerima Nun
Taukid, maka kalimah tersebut digolongkan “Isim Fi’il” seperti lafadz حيهل menyuruh terima dan lafadz صه menyuruh diam, Contoh:
صَهْ
إذَا تَكَلَّمَ غَيْرُكَ
Diamlah
! jika orang lain berbicara
صه dan حيهل keduanya disebut kalimat Isim sekalipun
menunjukkan tanda perintah, perbedaannya adalah dalam hal tidak bisanya
menerima Nun Taukid. Oleh karena itu tidak bisa dilafadzkan صهن atau حيهلن
Bait 11. Tanda Kalimat Fi’il: Ta’ Fail, Ta’ Ta’nits Sukun, Ya’ Fail, Nun Taukid.
بِتَا
فَعَلْتَ وَأَتَتْ وَيَا افْعَلِي ¤ وَنُوْنِ
أَقْبِلَنَّ فِعْـــلٌ يَنْجَلِي
Dengan
tanda Ta’ pada lafadz Fa’alta dan lafadz Atat, dan Ya’ pada lafadz If’ali, dan
Nun pada Lafadz Aqbilanna, Kalimah Fi’il menjadi jelas.
Bait ini menjelaskan bahwa Kalimat
Fi’il dibedakan dari Kalimah Isim dan Kalimah Huruf, dengan beberapa
tanda-tanda pengenalnya sebagaimana disebutkan dalam bait syair, yaitu:
Ta’ Fail
Ta’ dalam contoh فَعَلْتَ dimaksudkan adalah Ta’ Fail mancakup:
- Ta’ Fail
untuk Mutakallim, Ta’ berharkat Dhommah contoh:
ضَرَبْتُ
زَيْداً
Aku
memukul Zaid.
- Ta’ Fail
untuk Mukhatab, Ta’ berharkat Fathah contoh:
ضَرَبْتَ
زَيْداً
Engkau
(seorang laki-laki) memukul Zaid.
- Ta’
Fail untuk Mukhatabah, Ta’ berharkat Kasroh contoh:
ضَرَبْتِ
زَيْداً
Engkau
(seorang perempuan ) memukul Zaid.
Ta’ Ta’nits Sukun
Ta’ dalam contoh lafadz اَتَتْ Maksudnya
adalah Ta’ Ta’nits yang Sukun. Contoh:
ضَرَبَتْ
زَيْداً
Dia
(seorang perempuan) memukul Zaid.
Menyebut Ta’ Ta’nits Sukun
untuk membedakan dengan Ta’ Ta’nits yang tidak sukun yang bisa masuk kepada
Kalimat Isim dan Kalimat Hururf
- Bisa
masuk pada Kalimat Isim contoh:
هِيَ
مُسْلِمَةٌ
Dia
seorang Muslimah.
- Bisa
masuk kepada kalimat Huruf contoh:
وَلاَتَ
حِينَ مَنَاصٍ
Ketika
itu tidak ada tempat pelarian.
Ya’ Fa’il
Ya’ dalam contoh lafadz افْعَلِيْ dimaksudkan
adalah Ya’ Fail mancakup:
- Ya’
Fa’il pada Fi’il Amar. Contoh:
اضْرِبِيْ
Pukullah
wahai seorang perempuan!
- Ya’
Fa’il pada Fi’il Mudhori’, contoh:
تَضْرِبِيْنَ
زَيْداً
Engkau
(seorang perempuan) akan memukul Zaid.
Menyebut Ya’ If’aliy atau Ya’
Fail, dan tidak menyebut Ya’ Dhomir dikarenakan termasuk Ya’ Dhomir Mutakallim
yang tidak Khusus masuk kepada Fi’il tapi bisa masuk kepada semua Kalimat
contoh:
سَأَلَنِيْ اِبْنِيْ عَنِّيْ
Anakku
menanyaiku tentang aku.
Nun Taukid
Nun dalam contoh lafadz أقْبِلَنَّ dimaksudkan
adalah Nun Taukid mancakup:
- Nun
Taukid Khofifah tanpa Tansydid contoh:
لَنَسْفَعَنْ
بِالنَّاصِيَةِ
Sungguh
akan Kami tarik ubun-ubunnya.
- Nun
Taukid Tsaqilah memakai Tansydid contoh:
لَنُخْرِجَنَّكَ
يَا شُعَيْبُ
Sunggah
kami akan mengeluarkanmu wahai Syu’aib.
Bait 10. Tanda Kalimat Isim: Jar, Tanwin, Nida’, Al, Musnad
بِالجَرِّ
وَالتّنْوِيْنِ وَالنِّدَا وَاَلْ ¤
وَمُسْنَدٍ لِلإسْمِ تَمْيِيْزٌ حَصَلْ
Dengan
sebab Jar, Tanwin, Nida’, Al, dan Musnad, tanda pembeda untuk Kalimat Isim
menjadi berhasil.
Pada Bait ini, Mushannif
menyebutkan tentang Tanda-tanda Kalimat Isim (Kata Benda). Sebagai ciri-cirinya
untuk membedakan dengan Kalimat yang lain (Kalimat Fi’il/Kata Kerja dan Kalimat
Huruf/Kata Tugas). Diantaranya adalah: Jar, Tanwin,
Nida’, Al (Alif dan Lam) dan Musnad.
Jarr جر
Tanda Kalimat Isim yang pertama
adalah Jar, mencakup: Jar sebab Harf, Jar sebab Idhafah dan Jar sebab Tabi’.
Contoh:
مَرَرْتُ بغُلاَمِ زَيْدٍ الفَاضِلِ
Aku
berjumpa dengan Anak Lelakinya Zaid yang baik itu.
Lafadz غلام dikatakan
Jar sebab Harf (dijarkan oleh Kalimah Huruf), Lafadz زيد dikatakan Jar sebab
Idhafah (menjadi Mudhaf Ilaih), dan Lafadz الفاضل
dikatakan Jar sebab Tabi’ (menjadi Na’at/Sifat). Hal ini menunjukkan bahwa
perkataan Mushannif lebih mencakup dari Qaul lain yang mengatakan bahwa tanda Kalimat
Isim sebab Huruf Jarr, karena ini tidak mengarah kepada pengertian Jar sebab
Idhafah dan Jar sebab Tabi’.
Tanwin تنوين
Tanda Kalimat Isim yang kedua
adalah Tanwin. Tanwin adalah masdar dari Lafadz Nawwana yang artinya
memberi Nun secara bunyinya bukan tulisannya. Sebagai tanda baca yang biasanya
ditulis dobel ( اً-اٍ-اٌ ). Di dalam Ilmu
Nahwu, Tanwin terbagi empat macam:
- Tanwin
Tamkin: yaitu Tanwin standar yang pantas disematkan kepada
Kalimat-kalimat Isim yang Mu’rab selain Jamak Mu’annats Salim dan Isim
yang seperti lafadz جوار dan غواش (ada pembagian khusus). Contoh: زيد dan رجل di
dalam contoh:
جَاءَ زَيْدٌ
هُوَ رَجُلٌ
Zaid
telah datang dia seorang laki-laki
- Tanwin
Tankir: yaitu Tanwin penakirah yang pantas disematkan kepada
Kalimat-kalimat Isim Mabni sebagai pembeda antara Ma’rifahnya dan
Nakirahnya. Seperti Sibawaeh sang Imam Nahwu (yang Makrifah) dengan
Sibawaeh yang lain (yang Nakirah). Contoh:
مَرَرْتُ بِسِبَوَيْهِ وَبِسِبَوَيْهٍ
آخَرَ
Aku
telah berjumpa dengan Sibawaeh (yang Imam Nahwu) dan Sibawaeh yang lain.
- Tanwin
Muqabalah: yaitu Tanwin hadapan yang pantas disematkan kepada
Isim Jamak Mu’annats Salim (Jamak Salim untuk perempuan). Karena statusnya
sebagai hadapan Nun dari Jamak Mudzakkar Salimnya (Jamak Salim untuk
laki-laki). Contoh:
أفْلَحَ مُسْلِمُوْنَ وَمُسْلِمَاتٌ
Muslimin
dan Muslimat telah beruntung.
- Tanwin
‘Iwadh: atau Tanwin Pengganti, ada tiga macam:
◊ Tanwin
Pengganti Jumlah: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz
إذ sebagai pengganti dari Jumlah sesudahnya.
Contoh Firman Allah:
وَأنْتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظًرُوْنَ
Kalian
ketika itu sedang melihat.
Maksudnya ketika nyawa sampai
di kerongkongan. Jumlah kalimat ini dihilangkan dengan mendatangkan Tanwin
sebagai penggantinya.
◊ Tanwin Pengganti
Kalimah Isim: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz كل sebagai pengganti dari Mudhaf
Ilaihnya. Contoh:
كَلٌّ قَائِمٌ
Semua
dapat berdiri.
Maksudnya Semua manusia dapat
berdiri. Kata manusia sebagai Mudhaf Iliahnya dihilangkan
dan didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
◊ Tanwin Pengganti
Huruf: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada lafadz جوار dan غواش dan
lain-lain sejenisnya, pada keadaan I’rab Rafa’ dan Jarrnya. Contoh:
هَؤُلاَءِ جَوَارٍ. وَمَرَرْتُ بِجَوَارٍ
Mereka
itu anak-anak muda. Aku berjumpa dengan anak-anak muda.
Pada kedua lafadz جوار asal bentuknya جواري kemudian
Huruf Ya’ nya dibuang didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
Pembagian macam-macam Tanwin yang
telah disebutkan di atas, merupakan Tanwin yang khusus untuk tanda Kalimat
Isim. Itulah yang dmaksudkan dari kata Tanwin dalam Bait tsb, yaitu Tanwin
Tamkin, Tanwin Tankir, Tanwin Muqabalah dan Tanwin ‘Iwadh.
Adapun Tanwin Tarannum/Taronnum
dan Tanwin Ghali, yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Qofiyah atau
kesamaan bunyi huruf akhir dalam bait-bait syair Bahasa Arab. Tidak dikhususkan
untuk Kalimat Isim saja, tapi bisa digunakan untuk Kalimat Fi’il dan juga untuk
Kalimat Harf.
Nida’ نداء
Tanda Kalimat Isim yang ketiga
adalah Nida’. Yaitu memanggil dengan menggunakan salah satu kata panggil atau
Huruf Nida’ berupa يا dan
saudara-saudaranya. Huruf Nida dikhususkan kepada Kalimat Isim karena Kalimat
yang jatuh sesudah Huruf Nida’ (Munada) statusnya sebagai Maf’ul Bih. Sedangkan
Maf’ul Bih hanya terjadi kepada Kalimat Isim saja. Contoh:
يَا رَسُوْلَ
اللهِ
Wahai
Utusan Allah.
رَجَعَ الرَجُلُ
مِنَ المَكَّةَ
Orang
laki-laki itu telah pulang dari kota
Mekkah.
AL pada Lafadz الرَجُلُ dinamakan AL Ma’rifat, sedang AL pada Lafadz المَكَّةَ dinamakan AL Zaidah. Sedangkan AL yang
selain disebut di atas, tidak khusus masuk kepada Kalimat Isim. seperti AL Isim
Maushul yang bisa masuk kepada Kalimat Fi’il Mudhori’, dan AL Huruf Istifham
yang bisa masuk kepada Fi’il Madhi.
Musnad مسند
Tanda Kalimat Isim yang kelima
adalah Musnad. Artinya yang disandar atau menurut Istilah yang dihukumi
dengan suatu hukum. Contoh:
قَاَمَ زَيْدٌ وَ
زَيْدٌ قَائِمٌ
Zaid
telah berdiri dan Zaid adalah orang yang berdiri.
Kedua Lafadz زيد pada contoh di atas merupakan Musnad atau yang
dihukumi dengan suatu hukum, yaitu hukum berdiri. Hukum berdiri pada
lafadz Zaid yang pertama adalah Kata Kerja dam Hukum berdiri untuk Lafadz Zaid
yang kedua adalah Khabar.
Bait 8-9. Pengertian Kalam, Kalim, Qaul dan Kalimat
الْكَلاَمُ
وَمَا يَتَألَّفُ مِنْهُ
Bab
Kalam dan Sesuatu yang Kalam tersusun darinya
كَلاَمُــنَا
لَفْــظٌ مُفِيْدٌ كَاسْــتَقِمْ ¤ وَاسْمٌ
وَفِعْلٌ ثُمَّ حَرْفٌ الْكَلِمْ
Kalam
(menurut) kami (Ulama Nahwu) adalah lafadz yang memberi pengertian. Seperti
lafadz “Istaqim!”. Isim, Fi’il dan Huruf adalah (tiga personil) dinamakan Kalim
وَاحِدُهُ
كَلِمَةٌ وَالْقَوْلُ عَمْ ¤ وَكَلْمَةٌ بِهَا
كَلاَمٌ قَدْ يُؤمْ
Tiap
satu dari (personil Kalim) dinamakan Kalimat. Adapun Qaul adalah umum. Dan
dengan menyebut Kalimat terkadang dimaksudkan adalah Kalam
KALAM
Definisi Kalam menurut Istilah
Ulama Nahwu adalah Sebutan untuk Lafadz yang memberi pengertian satu
faedah yaitu baiknya diam. Sehingga yang berkata dan yang mendengar
mengerti tanpa timbul keiskalan.
- Lafadz
adalah nama jenis yang mencakup Kalam, Kalim, atau Kalimat,
termasuk yang Muhmal (tidak biasa dipakai) ataupun yang Musta’mal (biasa
dipakai) contoh perkataan Muhmal: دَيْزٌ Daizun, tidak mempunyai arti.
Contoh perkataan Musta’mal عَمْرٌو ‘Amrun, ‘Amr nama orang.
- Mufid
(yang memberi pengertian) untuk mengeluarkan Lafdz yang
Muhmal, atau hanya satu Kalimat, atau Kalim yang tersusun dari tiga
kalimat atau lebih tapi tidak memberi pengertian faedah baiknya diam,
seperti Lafadz: اِنْ قَامَ زَيْدٌ Apabila Zaid berdiri.
Susunan Kalam pada dasarnya Cuma
ada dua: 1. ISIM + ISIM, 2. FI’IL + ISIM. Contoh pertama: زيد قائم
Zaid orang yg berdiri. Contoh kedua قام زيد Zaid telah berdiri.
Sebagaimana contoh Kalam yang disebutkan oleh Mushannif pada baris baitnya,
yaitu lafadz استقم ISTAQIM! Artinya: berdirilah! Pada lafadz ini terdiri
dari Fiil ‘Amar dan Isim Fa’il berupa Dhomir Mustatir (kata ganti yang
disimpan) FI’IL + ISIM takdirnya adalah استقم أنت ISTAQIM ANTA,
artinya: berdirilah kamu! maka contoh ini memenuhi criteria untuk disebut Kalam
yaitu lafadz yang memberi pengertian suatu faidah. Sepertinya Mushannif
mendefinisikan kalam pada bait syairnya sebagai berikut: Kalam adalah Lafadz
yang memberi pengertian suatu faidah seperti faidahnya lafadz استقم.
KALIM
Adalah nama jenis yang setiap satu
bagiannya disebut kalimat, yaitu: Isim, Fi’il dan Huruf. Jika Kalimat itu
menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri tanpa terikat waktu, maka Kalimat
tsb dinamakan KALIMAT ISIM. Jika Kalimat itu menunjukkan suatu arti pada
dirinya sendiri dengan menyertai waktu, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT
FIIL. Jika Kalimat itu tidak menunjukkan suatu arti pada dirinya sendiri,
melainkan kepada yang lainnya, maka Kalimat tsb dinamakan KALIMAT HURUF.
Walhasil Kalim dalam Ilmu Nahwu adalah susunan dari tiga kalimat tsb atau
lebih, baik berfaidah ataupun tidak misal: إن قام زيد jika Zaid telah
berdiri.
KALIMAT
Adalah lafadz yang mempunyai satu
makna tunggal yang biasa dipakai. Keluar dari definisi Kalimat adalah lafadz
yang tidak biasa dipakai semisal دَيْزٌ Daizun. Juga keluar dari definisi
Kalimat yaitu lafadz yang biasa dipakai tapi tidak menunjukkan satu makna,
semisal Kalam.
QAUL
Adalah mengumumi semua, maksudnya
termasuk Qaul adalah Kalam, Kalim juga Kalimat. Ada sebagian ulama berpendapat bahwa asal
mula pemakaian Qaul untuk Lafadz yang mufrad (tunggal).
Selanjutnya Mushannif menerangkan
bahwa menyebut Kalimat terkadang yang dimaksudkan adalah kalam. Seperti lafadz لا إله إلا الله
Orang Arab menyebut Kalimat Ikhlash atau Kalimat Tahlil.
Sebutan Kalam dan Kalim, terkadang
keduanya singkron saling mencocoki satu sama lain, dan terkadang tidak. Contoh
yang mencocoki keduanya: قد قام زيد Zaid benar-benar
telah berdiri. contoh tersebut dinamakan Kalam karena memberi pengertian,
mempunyai faidah baiknya diam. Dan juga dinamakan Kalim karena tersusun dari
ketiga personil Kalimat. Contoh hanya disebut Kalim: إن قام زيد Apabila Zaid berdiri.
Dan contoh hanya disebut Kalam: زيد قائم Zaid orang yang
berdiri.
Referensi: Kitab Syarah Ibnu Aqil